Kisah-kisah pelayanan kami

LOVING CARE

Tigor ditemukan dalam kondisi lemah di kolong truk Jl. Raya Tambun, sedang makan tempe mentah dan sayur mentah yang diremas-remas, bercampur dengan pasir jalanan. Ia minum genangan air hujan yang diraup dengan kedua telapak tangannya. Ditolong pendiri YGM, diberi nasi uduk dan ayam goreng panas, lalu makan dengan lahap. Diangkat dengan mobil angkot ke RS. Pendiri YGM melakukan negosiasi alot dengan dokter jaga selama 24 jam, karena dokter tidak mau menerima gelandangan gila di unit jiwa. Pendiri YGM dan kawan-kawan menunggu di pintu UGD, sambil berdoa serta mengurus Tigor yang masih kotor. Akhirnya dokter mau merawat Tigor yang wajahnya bengkak di Ruang Isolasi.

Tigor melakukan semua kegiatan termasuk makan dan buang air di ruang ini. Setiap hari perawat mengeluh karena Tigor terus memegang kotorannya sendiri, mencampurnya dengan air dan menghamburkannya ke setiap jengkal ruang. Beberapa kali Pimpinan Keperawatan RS Unit Jiwa mengungkapkan keberatan merawat Tigor.

Setiap hari Pendiri YGM dan kawan-kawan bergilir mengamati perkembangan perilaku Tigor, memberi perhatian nyata serta komunikasi penuh kasih (Loving Care) dengannya. Juga terus menerus memotivasi para perawat agar tetap mau merawat Tigor dan menerimanya seperti apa adanya, bahkan hingga memulihkan harkat kemanusiaannya. Secara proaktif menghimpun dan mengolah informasi dari setiap anggota tim yang datang, dari perawat dan psikiater yang menangani. Faktor Loving Care mempercepat dan memaksimalkan pemulihan kesehatan jiwa serta mengurangi frekuensi Rawat Ulang. Dalam proses perawatan medis dan pendampingan penuh Loving Care, ingatannya makin pulih.

Setelah 2 bulan, Tigor sembuh, mampu mengingat alamat keluarga dan namanya sendiri. Pendiri YGM mempertemukannya dengan keluarga besar di Medan yang ternyata sudah mencarinya selama 6 tahun, melalui relasi, paranormal dan kepolisian. Pendiri YGM diangkat sebagai saudara oleh keluarga besar Tigor sebagai ucapan terima kasih.

Kasus Tigor mendorong Pendiri YGM untuk menghimbau masyarakat dari berbagai disiplin ilmu agar bersinergi menolong orang stress, hingga "tak ada seorangpun yang tidak terlayani!"


JERITAN KELUARGA

Jeritan 1 (nenek 83 tahun):
"Anakku bugil, tak mau berpakaian, stress sudah 36 tahun, tinggal denganku saja. Tak lagi kupikir kapan sembuh. Kalau aku mati, siapa urus dia?"





Jeritan 2 (gadis
25 tahun):
"Ayahku mati dibunuh kakakku (10 th stress). Aku sering dipukul. Jika membunuhku, aku rela. Dia dipasung agar jangan bunuh tetangga, bisa jadi urusan!"





LIVE-IN RELAWAN

Fr. Michael, Pr dari Bandung mengikuti Program Live-In Relawan di Jakarta dengan metode "On job training". Jam 4.00 pagi mulai turun ke jalan, memandikan orang stress, pembekalan psikiatri, refleksi harian, pengolahan diri, dilanjutkan jaga malam.

Untuk menolong mereka yang stress, perlu "Come & Do". Jika hanya melihat, mengimajinasikan dan memikirkan pelayanan kami, anda hanya akan mendapat gambaran parsial yang belum tentu benar. Tidak cukup dengan penyuluhan, presentasi atau penjelasan. Jika anda "Datang", anda akan menemukan banyak hal yang sulit dijelaskan dengan kata, yang mendorong anda segera "Melakukan apa yang anda anggap baik". On-job-training beberapa jam cukup efektif untuk memahami Pelayanan Psikiatri ini.

Share this post!

Bookmark and Share